Feeds RSS

Monday, January 4, 2010

Nyonya Jetset



Judul: Nyonya Jetset
Penulis: Alberthiene Endah
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp. 55.000

Tidak seperti biasanya, kali ini saya memilih buku karena ditawarkan oleh rekan kerja. Beberapa teman yang sudah membaca buku ini bercerita sambil menggebu-gebu. Karena ceritanya sangat menarik bagi mereka, para pengamat sosialita yang terbiasa melihat kemewahan dari kehidupan kaum yang dipujanya.

Penulis buku ini, Alberthiene Endah, yang saya tahu ialah seorang yang menuliskan biografi dua orang ternama, Krisdayanti dan Anne Avanti. Baru kali ini saya melihat dia menuliskan buku yang bergenre drama. Sampul depan buku ini mengingatkan saya pada sampul-sampul novel terjemahan lainnya. Contoh novel yang sangat jarang sekali saya selesaikan bacaannya, karena terjemahan sepertinya terbentur perbedaan bahasa sehingga ide asli penulis seperti tak tersampaikan. Kurang greget buat saya. Untungnya, novel ini bukan terjemahan.

Nyonya Jetset merupakan novel berdasarkan kisah nyata. Diceritakan seorang model cukup laris di kancah modelling Ibukota, Roos, menikahi seorang pria yang tampak sempurna. Tampan, mapan dan anak dari pengusaha kaya dan terpandang di Indonesia. Kehidupannya berbeda dengan kehidupan ekonomi keluarga Roos.

Kehidupan yang diimpikan banyak gadis itu sudah dimulai ketika pesta pernikahan mereka berlangsung. Roos tidak perlu mengeluarkan sedikitpun tenaga untuk mengatur pesta pernikahan yang sangat megah. Hanya diam sambil mengamati dan terjadilah pernikahan bertabur kemewahan itu.

Kemewahan itu pun masih terus berlangsung saat kehidupan pernikahannya berlangsung. Diceritakan kalau Edwan memberikan sejumlah uang yang sangat banyak serta beberapa kartu kredit unlimited.Semuanya boleh dipergunakan Roos untuk berbelanja apa saja untuk menghilangkan kebosanan.

Namun, siapa sangka kehidupan bak negeri dongeng itu tak semulus yang diharapkan. Jika kartu kredit unlimited itu diberikan untuk menghilangkan kebosanan, dan benarlah bahwa kartu kredit itulah satu-satunya penghilang kebosanan yang “diperbolehkan” oleh Edwan. Roos diperbolehkan keluar rumah untuk berbelanja sepuasnya, namun ia tidak dibebaskan untuk memilih teman berbelanja. Bahkan Alisha, sahabatnya sejak jaman modelling pun tidak boleh mendekati Roos lagi, karena anggapannya akan memperburuk citra keluarga.

Intrik dari cerita buku ini berlanjut dengan segala larangan Edwan pada Roos dengan dasar prestise serta nama baik keluarganya. Konflik bergulir dari satu kemarahan ke kemarahan Edwan lainnya, dan ditampik dengan pembangkangan Roos. Sepanjang ceritanya seperti tarik ulur antara kedua hal itu. Berputar bak lingkaran setan. Saya sempat gemas dibuat oleh permainan drama yang seperti berulang-ulang. Belum lagi penulis tidak terlalu menggambarkan emosi secara mendalam pada ceritanya. Tapi toh, saya ingat bahwa ini berdasarkan kehidupan nyata. Si penulis tidak bisa serta merta mengubah alur cerita dari kehidupan tokoh utama atau memberikan reaksi yang berlebihan untuk membangkitkan emosi. Alur ceritanya jadi mengingatkan saya pada kenyataan hidup, bahwa kita seringkali mengulang kesalahan yang sama berkali kali hanya karena sebuah label yang bernama cinta.

Novel dengan gaya bahasa yang hampir mirip gaya terjemahan ini, menggambarkan hampir utuh potret dari kehidupan kaum jetset. Meskipun tak bisa juga digeneralisir untuk semua keluarga. Kekayaan, nama baik dan pencitraan masih diletakkan di atas segala-galanya. Tak boleh ada seorangpun yang boleh”menyenggol” ketiga hal tersebut. Jika tersenggol maka mereka akan disenggol balik dengan berbagai cara, kekerasan fisik atau mental. Seperti ketika Roos yang ingin meminta cerai akibat siksaan dari suaminya, prosesnya dibuat sulit oleh Ibundanya Edwan. Semuanya atas nama “nama baik” keluarga. Potret inilah yang menyadarkan kita bahwa pepatah tak ada gading yang tak retak itu benar adanya. Seperti di salah satu bagian Roos sempat berfikir seperti ini:

Betapa hidup kami, perempuan-peremupuan yang berkelebatan di ranah keluarga jetset ini, sungguh seperti terkurung dalam bekapan kristal, Kelihatannya indah memencarkan cahaya. Tapi di dalamnya kami diimpit oleh bongkahan runcing yang membentuk keindahan itu, kami semua terluka.


Selesai membaca novel setebal 360 halaman ini fikiran saya sempat melayang pada sebuah kejadian nyata yang kisahnya pernah ramai dibicarakan di media massa. Seorang pangeran dari negeri jiran yang dikabarkan menyiksa istrinya yang cantik jelita, hingga istrinya kabur kembali ke Indonesia demi meminta perlindungan. Di pemberitaan yang lain yang masih hangat diceritakan juga seorang model cantik yang tengah naik daun menghentikan karir keartisannya karena dilarang oleh calon suaminya yang seorang pengusaha kaya dan terkenal. Kisah Alberthiene ini seakan melengkapi drama sepotong dari putri negeri jiran, dan mungkin bisa saja menjadi masa depan dari si model cantik itu. Entahlah, saya juga hanya mengira-mengira. Satu yang pasti, setelah membaca buku ini saya jadi tidak mau bermimpi muluk-muluk dipersunting oleh pria kaya raya yang tampan seakan hidup saya sempurna karena itu. Toh, tak ada gading yang tak retak.

2 comments:

Mona said...

nda... nda... bikin pake rating.. kalo bagus, bintang 5.. dsb, dsb..

Anonymous said...

aha... baru tau baru nemu dikasih tau temu sama monski :D

keren keren, seru seru, tapi tampaknya kita beda selera, hehehe.

Post a Comment